Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kelamnya Kenangan

sumber gambar https://www.istockphoto.com/en/search/2/image?mediatype=photography&page=5&phrase=fantasy%20beautiful 

  Kelamnya Kenangan 

 Juna meninggalkan Ratih sendiri di Rumah Sakit dengan alasan banyak pekerjaan di kantornya. Sebenarnya ada rasa tidak tega meninggalkan Elang terbaring sakit, tapi karena Ratih matanya mengisyartkan untuk segera menjauh. Elang anak yang sangat menggemaskan badan gembul, pipi montok, walaupun bukan darah daging Juna, tapi dia merasa Elang bagian dari hidupnya. Juna sudah memaafkan masa lalu Ratih. 

 Malam ini resah gelisah tidur di rumah sendirian, kebayang wajah Elang yang kesakitan dan mengingau. Berulang kali pertanyaan di kepala Juna.

 “Apakah Elang sudah mendingan?” “Bagaimanakah keadaanya sekarang?” Ingin menelepon Ratih tapi ....

 “Akh bagaimana ini, bahkan sudah jam 02.00 WIB dini hari mataku tak sepicing pun tak bisa terpejam,” Juna mengoceh sendirian. 

Rembulan telah berganti dengan mentari, baru saja tertidur hari sudah siang Juna segera bergegas ke kamar mandi, siap-siap mau ke kantor. Keresahannya tadi malam memutuskan hatinya untuk menjenguk Elang di Rumah Sakit Hermina tidak jauh dari rumah mereka. Jam 06.00 WIB Juna sudah sampai di rumah sakit, dengan langkah letih tidur, mata seperti mata panda. Tiba di kamar Elang, apa yang dia lihat membuat amarahnya memuncak hingga ke ubun-ubun. Ingin rasanya membinasakan dua sejoli yang sedang menunggu Elang yang sedang terbaring sakit.

 “Brengsek!”
 “Tak tahu malu.”
 “Anak sakit, masih sempat-sempatnya kalian memadu kasih.” 
 “Punya malu nggak sih?” Juna kalap ingin menjambak rambut Ratih dan mencekik Rusli kalau tidak ingat dosa, dia masih waras. 

 “Mmm aaaf Juna, aku khilaf.” Ratih terbata-bata ada rasa malu serta wajahnya memerah.

 “Kamu tahu Ratih, Elang butuh pelukanmu bukan dia!” Juna dengan mata merah menahan marah menunjuk Rusli yang tidak peduli dengan kemarahan Juna, yang penting sudah melepas rindu dengan Ratih kekasihnya serta ibu dari anaknya Si Elang. 
 Elang terbangun dari tidurnya karena suara ribut-ribut dari mereka yaitu mama, papa dan om Rusli. Elang anak yang cerdas, walaupun masih terbaring sakit ia senyum bahagia , Papa Juna ada di sampingnya sambil memegang tangannya. 

 “Papa ,” suara mungil itu memanggil Juna.

 “Hai jagoanku bagaimana kabarnya?” Juna mengelus kepala Elang dengan lembut. Sepertinya demam tinggi yang dialami Elang sudah mulai turun.

 Ada rasa tenang di hati Juna, cuma melihat Ratih yang sedang duduk dengan Rusli di sofa rumah sakit rasa amarah dan cemburu menyatu. Lebih baik tidak melihat Ratih daripada menahan sakit di dada. Tetapi putra mereka membutuhkan kasih sayang emak. Karena Elang makanya Juna tetap bertahan menjadi suami Ratih. Dia sudah mengganggap Elang darah dagingnya sendiri.

 “Aku sudah sehat Papa, tidak panas lagi kan?” Elang menarik tangan Juna agar memegang keningnya lagi.

 “Mama, sini! Coba pegang deh kening Elang apakah masih panas,” Elang memanggil mamanya agar mendekat.

 “Om Rusli, ke sini juga, aku sudah sembuh, aku ingin pulang hari ini. Aku ingin bermain lagi seperti dulu bersama Om Rusli. Elang merasa dekat dengan Rusli mungkin karena Elang adalah darah dagingnya. 

 “Iya anakku, tapi kamu istirahat dulu ya, nanti jika diperbolehkan dokter, Elang boleh pulang.” Ujar Ratih lagi sambil memegang keningnya begitu juga dengan Rusli. 
 Juna merasa asing di tengah-tengah mereka, melihat kisah cinta mereka yang tidak dapat restu dari orang tua malah Ratih dijodohkan dengannya karena kehidupan Rusli tidak jelas. Pekerjaan Rusli sebagai penulis dianggap rendah oleh orang tua Ratih.

 Juna anak yang berbakti kepada orang tua menurut saja saat itu Ratih hamil dan Rusli tidak tahu kemana menghilang selama delapan bulan.

 “Papa, jangan tinggalkan Elang sendiri lagi disini ya!” 

 “Papamu mau kerja sayang, mama di sini kok tidak bakalan meninggalkan kau sendirian.” Ujar Ratih sambil mengelus kepala Elang. Dan memberi pengertian agar Elang mengizinkan Juna segera berangkat kerja.

“Om juga di sini sayang, jangan khawatir ya!” ujar Rusli juga.

 “Aku mau Papa, yang menjagaku, bolehkan Ma?”

 “Ya sudah Mamamu pulang dulu biar ganti baju dan bawa baju gantimu juga,” ujar Juna menyanggupi permintaan Elang. Dia rela izin dari kantornya demi kesembuhan Elang. Dengan isyarat dari mata Juna agar Ratih dan Rusli segera meninggalkan mereka.

 Sebenarnya Rusli tidak terima, Elang kan darah dagingnya, dia punya banyak waktu kok, walaupan kenagan tadi malam bersama Ratih tidak terlupakan, toh Elang juga tidur. Rusli masih ingin melepas kerinduan yang sudah tertahan hampir setahun. 

 “Emang kamu tidak bekerja,” ujar Ratih kepada Juna. 

 “Ntar siang, aku izin dulu setengah hari.” dengan nada ketus menjawa pertanyaan Ratih, Juna masih menyiratkan rasa marah. Nanti kita bahas di rumah. 

"Tunggu Elang sembuh, minta tolong juga Rusli, tolong jangan mengusik keluarga kami, Elang sudah nyaman bersamaku.” Juna sambil mengantarkan mereka ke luar dari kamar Elang. Berharap Rusli segera melupakan Ratih dan Elang. Mereka tidak berjodoh.

 “Juna, aku pasti berusaha merebut mereka darimu, tunggulah saatnya pasti tiba.” Rusli tetap mempertahankan cintanya kepada Ratih. 

 “Ratih jaga nama baik keluargamu, aku mohon kau pulanglah ke rumah jangan bersama dia!” Juna mengingatkan Ratih agar tetap menjaga nama baik keluarga mereka. Ratih masih merasa bersalah selama ini, Juna tidak banyak menuntut dia tetap menyayanginya walaupun cintanya tidak pernah terbalaskan. 
Juna tetap sabar menunggu sang waktu berpihak kepadanya. Berharap suata hari Ratih mencintainya dengan tulus dan melupakan masa lalunya. Masa lalu yang hampir mencoreng nama baik keluarganya.

 “Iya Juna, titip Elang, aku pulang dulu secepat mungkin aku kembali.” Ratih menyakinkan Juna, pulang ke rumah tanpa Bersama dengan Rusli. 

 “Ratih ayo kuantar kau pulang!” Rusli masih membujuk Ratih agar mau Kembali bersamanya. 

 “Cukup Rusli jangan mengganggu kami lagi, ini yang terakhir kali kita bertemu. Kamu sudah lihat kan kami baik-baik saja. Aku salah tadi malam memberikan harapan untukmu.” Ratih berusaha menolak Rusli, dengan mengingat kesalahan masa lalu.

 “Ratih berikan aku kesempatan, aku sudah beli rumah, sekarang tulisanku sudah banyak yang melirik bahkan novel-novelku sudah banyak yang best seller. Sebentar lagi salah satu dari novelku mau difilimkan bahkan aku sedang merintins cafe Cinta, kenangan bersamamu tidak pernah kulupakan.” Rusli masih berusaha membujuk Ratih. 

 “Cukup Rusli, aku tidak mau mendengarmu lagi, masa lalu biarkanlah terkubur dalam-dalam di dasar hatiku.”

 “Ratih kau tidak bisa menguburnya, buah cinta kita sudah ada, anak kita Elang.” 

 “Aku mohon Rusli, tinggalkan kami, bersama Juna aku yakin bisa bahagia bahkan Elang sudah dekat dengan Juna." Ujar Ratih lagi dengan wajah memohon.

 Rusli dengan hati lelah, sakit diputuskan Ratih, kekasih hati awal keberhasilannya. Takdir memang berat, kapankah takdir ini berpihak padanya?

 Dari kejauhan orang tua Ratih datang menuju kamar Elang. Rusli lebih baik menjauh ... Ratih segera menghampiri orang tuanya.

22 komentar untuk "Kelamnya Kenangan"

  1. Wah.. aktif juga blognya. Keren bu Ester

    BalasHapus
  2. Menarik banget, cucunda. Terima kasih telah berbagi. Selamat siang.

    BalasHapus
  3. Sukses untuk blognya ya mba Ester ☺️

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin, semoga semua dimudahkan Mba Dinni, terima kasih

      Hapus